Senin, 27 Juni 2011

SURAT YANG TAK SAMPAI


                 SURAT YANG TAK SAMPAI

Surat ini, tak kan pernah sampai padamu. Karena kurasa, aku terlalu takut untuk menggungkapkan segalanya padamu.
Surat ini, hanyalah pelarianku yang tak pernah mampu jujur padamu. Tak pernah mengerti sedikitpun tentangmu.
Yang ku tahu, setiap hal yang ada pada dirimu adalah kesempurnaan. Meski ku tahu, tak ada yang sempurna di dunia ini selain Dia. Tapi kau selalu sempurna di mataku. Sempurna dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.
Kau malaikatku. Meski kadang kau tak pernah suka dengan sebutan itu. Meski kadang kau selalu mengganggap dirimu bukan apa – apa. Meski kau tak pernah mengakui bahwa kau sempurna. Tapi aku selalu senang mengatakannya. Kau malaikatku...
Kau malaikat yang selalu membuatku takut. Takut untuk merasa memilikimu, karena takut untuk merasa kehilangan atas dirimu. Takut jika suatu saat nanti tak bisa lagi kulihat sinar matamu, lembut pandangan mata coklatmu. Takut jika suatu hari kelak tak bisa lagi kudengar riang tawamu, indah suaramu. Takut jika beberapa saat lagi tak dapat kurasakan hangat genggaman tanganmu. Takut jika suatu saat tak dapat kucium harum aroma tubuhmu. Takut kehilanganmu dan takut memilikimu...
Aku berusaha keras. Sangat keras, untuk menjagamu. Menjaga hatimu. Meski ku tahu, akulah yang lebih rapuh darimu. Tapi tak apa, jika aku harus menjadi serpihan demi melihatmu utuh. Meski kadang aku merasa lelah dengan semua yang telah aku lakukan. Lelah yang membuatku melakukan sedikit kesalahan. Lelahku membuatmu rapuh. Hancur. Menjadi kepingan. Namun, aku selalu yakin jika kepingan dirimu dapat disatukan kembali.
Diantara kepingan yang perlahan menyatu, aku mulai takut merasaa bahagia atas diriku sendiri. Takut untuk jujur. Takut jika suatau saat kejujuran itu akan mengubah segalanya. Mengubah kebahagiaan itu sendiri.
Surat ini tak akan pernah kau terima. Karena aku terlalu takut menghancurkanmu tuk yang kedua kalinya. Hancur karena kejujuranku.
Kejujuranku berkata bahwa aku mencintaimu melebihi hidupku. Kejujuranku mengunggkapkan bahwa aku menyayangimu setulus hatiku. Kejujuranku yang tak mampu hidup tanpa menginggatmu. Kejujuranku atas seberapa besar perasaanku padamu. Kejujuranku yang membuatmu meninggalkanku.
Kau malaikatku, meski kau tak pernah suka saat aku mengatakannya. Kau malaikat dengan sejuta alasan yang selalu berkata bahwa kau tak pernah pantas untuk ku. Kau malaikat yang selalu berkata bahwa kau tak sesempurna harapanku. Kau malaikat yang selalu berucap bahwa kau terlalu hina untuk mendapat kasih sayang sebesar yang ku berikan padamu. Kau malaikat yang selalu berujar bahwa kau tak kan pernah mampu membalas perasaanku sebesar rasa yang kumiliki padamu.
Kejujuranku hanya ingin kau tahu bahwa kau tak harus membalas semua rasaku. Kejujuranku hanya ingiin kau mendengar, bahwa tak perlu menjadi sempurna untuk berada disisiku. Karena apa adanya dirimu selalu menjadi sempurna dimataku. Aku hanya ingin sedikit saja rasa tulusmu untukku. Tak perlu sebesar rasaku padamu. Sedikit tetapi murni milikmu dan dari hatimu. Kejujuranku selalu bertanya, mengapa aku harus jujur jika akhirnya harus kehilanganmu??
Surat ini tak kan pernah berada di genggamanmu.. maafkan aku.. Malaikatku...

Cappuccino

Dari cangkir itu, nampak kepulan uap yang mengguar. Mengambang. Kemudian hilang.
Berulang kali seperti itu. Hingga bibir gelas berembun. Uap menghilang. Dari panas, hangat, hingga menjadi dingin.
Kupejamkan mata. Menghirup harumnya. Secangkir cappuccino dalam genggamanku. Aromanya, mengantarkan ku untuk berjumpa dengan nya.
Tegukan pertama, mengingatkanku pada senyumnya. Senyum yang selalu tulus dan semanis cappucino. Tapi terkadang sedikit mengandung rasa pahit, karena ia bukan air tebu yang selalu manis.
Tegukan kedua, mengantarkanku mendengar suaranya. Suara embunnya yang selembut busa cappucino.
Tegukan terakhir, menunjukkan ku pada pandangan matanya. Mata coklat yang bersinar. Teduh. Seperti warna cappuccino.
Di akhir tegukan ku, kurasakan semuanya berakhir.
Uap cappuccino yang seharum tubuhnya, manis cappuccino yang semanis senyumnya meski kadang terasa pahit, suaranya yang selembut buih cappuccino, mata yang secoklat cappuccino, hangat segelas cappuccino yang sehangat genggaman tangannya...
Kini cangkirku kosong... Dingin...



Ambigram Mafec. . .

ambigram MAFEC (MAlang Fun English Club)

Jumat, 03 Juni 2011

Terbang

Ku ingin terbang
Agar bebas bermain di langit biru
Di langit yang luas
Tanpa apa-apa

Kan ku ciptakan sawah ladang ku
Agar aku bebas berjalan diantara pematang
Kan ku tumbuhkan pohon-pohon di hutan ku
Agar aku bebas menghirup segarnya
Kan ku alirkan sungai-sungai jernih ku
Agar aku bebas berenang sesuka hati

tapi semua hanya imajinasi ku
Yang kini terbang
Memenuhi langit luas

Sementara ku tetap disini
Terjepit, sesak
Diantara bekas sawah, ladang, sungai, dan hutan
Yang kini menjadi komplek perumahan


Malang, 12 Agustus 2010

Tanpa Judul

seperti mentari di musim panas
seperti salju di musim dingin
seperti bunga di musim semi
yang selalu beranjak pasti
manusia hanya bisa berencana
namun tetap Sang Kuasa lah penentunya
Seperti yang engkau tahu
musim-musim yang selalu beranjak pasti
seperti itulah ku mencintaimu, selalu
seperti mentari yang setia mengawali pagi
seperti senja yang rela terbenam demi malam
ku ingin selalu bersamamu
hingga suatu saat nanti
ketika raga ini mampu menjagamu
ketika jiwa ini taklagi disisimu
rasa ini takkan beranjak dari dirimu
namun jika waktu tak mampu mengugkap segalanya
seluruh jiwa dan ragaku akan mengungkapkan
bahwa aku, selalu mencintaimu..

SEKALI LAGI, GIE . . .

SEKALI LAGI.. GIE

seandainya hari itu bisa di ulang
sekali lagi...
seandainya saat itu bisa di ulang
sekali lagi...
seandainya kehidupan bisa di ulang
sekali lagi...
apakah yang kan kau lakukan tuk negeri ini
saat ini?
akankah kau mengulang perjuanganmu
sekali lagi??
Gie..


* puisi ini terinspirasi setelah membaca sebuah buku yang berjudul Gie Sekali Lagi

CINTA ITU . . .

CINTA ITU....

Cinta itu bagai angin
Berhembus perlahan
Memberi kesejukan

Cinta itu bagai udara
Tak dapat dilihat
Namun dapat dirasakan

Cinta itu bagai embun
Memberi keindahan
Ketika pagi datang

Cinta itu bagai mentari
Memberi kehangatan
Kala kau merasa dingin

Cinta itu bagai hujan
Tak terencana saat datang
Berbekas saat dia pergi

Cinta itu bagai bintang
Bersinar terang
Dalam gelap langit malam

Cinta itu bagai senja
Yang rela terbenam
Demi datangnya malam

Cinta itu sebuah ketulusan
Dari hati yang terdalam

By : Tian Iandty
Malang, May 7th 2010

SENYUM TERAKHIR

Bintang tersenyum simpul, memandang layar laptop dihadapannya yang menampilkan cerpen pertamanya yang belum sempat ia selesaikan. Padahal cerpen itu hanya tinggal bagian akhirnya. Dan itulah yang membuat ia bingung. Karena cerpen yang ia buat saat ini terinspirasi dari sebagian kecil kisah hidupnya.Yang sampai saat ini belum ia ketahui bagaimana akhirnya.


Dia terdiam cukup lama.Pikirannya kembali pada kejadian ± 5 bulan yang lalu. Saat dia hampir stress gara-gara tugas yang diberikan gurunya belum ia sentuh sama sekali. Sedangkan deadline tinggal 2 bulan lagi.

J J J

5 bulan yang lalu…..

Bintang uring-uringan di halaman rumahnya. Memandang deretan script tugas di layar laptop yang berdiri di hadapannya. Sambil mendengarkan musik hip metal yang mengalun keras dari laptopnya, ia mencoba mengotak-atik tugasnya. Hingga terdengar suara panggilan yang mengusik konsentrasinya.

”Hello.. dari tadi di panggil nggak dijawab. Ibu kemana?”

“Nggak tau!!”

“Lho kok?!” Kamu ini kenapa sih?”

Seseorang yang datang dari rumah sebelah, langsung duduk disampingnya. Dia Rezky. Cowok yang ngekost di samping rumah Bintang.

Hampir tiap hari, dia selalu datang kerumah Bintang. Ntah ngapain. Tapi yang jelas, gara-gara seringnya Rezky ke rumah Bintang, mereka berdua udah seperti saudara. Dan kebetulan, Bintang adalah anak tunggal. Jadi, Rezky udah seperti kakak bagi Bintang.

“Kamu kenapa sih ? kayaknya moodnya lagi jelek banget ?” Rezky mengulang pertanyaannya.

“Aku lagi pusing banget nih.. tugasku dua bulan lagi dikumpulin. Dan sampai

sekarang, aku belum dapat seperempatnya.”

“Kan masih dua bulan lagi. Itu sih masih lama banget”

“Emang bisa, nyelesein website dalam waktu dua bulan ?”

“Website ? dua bulan ? kamu serius ?” Ekspresi Rezky berubah. Antara

percaya dan tidak.

“Ya iyalah.. dan parahnya lagi, aku nggak ngerti sama sekali gimana

ngerjainnya. Kamu bisa bantu nggak ?”

Rezky terdiam cukup lama. Demikian halnya dengan Binatang. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Beberapa menit kemudian Rezky menjawab pertanyaan Bintang.

“Aku nggak bisa bantuin kamu. Tapi temenku bisa. Dan aku yakin dia mau

bantuin kamu.”

“Temen kamu ? siapa ?”

“Namanya Aga, dia satu kost sama aku. Udah ah, yuk ikut !!”

“Kemana ?”

“Ya ke tempat Aga”

Rezky beranjak dari tempatnya, diikuti Bintang. Mereka menuju ke tempat kost di samping rumah Bintang.

Tak berapa lama, mereka sampai di depan kamar kost yang terletak persis di bagian samping. Terpisah dari rumah induk. Dan kamar itu menghadap langsung ke halaman depan.

Rezky pun mengetuk pintu. Tak berapa lama, dari dalam kamar, muncul cowok yang seumuran dengan Rezky. Dan kesan pertama yang Bintang tangkap begitu memandang sosok dihadapannya adalah cuek dan serius.

“Hai Ga, lagi sibuk nggak ?”

“Nggak kok. Emang knapa ?”

“Kamu bisa nggak, bantuin Bintang buat website ? oh ya, dia tuh anaknya ibu

kost”

“Ehm.. bisa kok. Mana ?”

Aga masuk ke kamarnya, di ikuti rezky dan Bintang. Mereka bertiga duduk diatas karpet di depan rak buku mini milik Aga.

Bintang pun menunjukkan tugas websitenya. Yang kemudian diotak-atik sama Aga. Mereka bertiga hanya diam.

Tak berapa lama, Rezky keluar dari kamar Aga. Tanpa pamit. Meninggalkan Aga dan Bintang berdua saja. Suasana semakin hening. Karena tak ada yang berinisiatif memulai obrolan. Aga mulai sibuk dengan pekerjaan barunya. Mengotak-atik tugas Bintang. Sementara Bintang sendiri malah sibuk mengedarkan pandangnnya ke sekeliling kamar Aga.

Kamar Aga tertata begitu rapi. Berbeda dengan bayangannya selama ini, kalo kamar cowok selalu berantakan. Di samping tempatnya duduk, tehampar kasur tanpa dipan dengan seprei bergambar mobil ferrari berwarna biru, di belakangnya terdapat rak buku mini bersebelahan dengan meja belajar dan alamari pakaian, di depan Bintang duduk, tepatnya di belakang pintu, terdapat rak sepatu kecil berisi dua pasang sepatu sport putih dan keranjang sampah kecil tanpa sampah. Semua terlihat simpel dan rapi.

“Gimana ya, seandainya kamar ini diacak-acak? Aga bakalan marah nggak”

Bintang bertanya dalam hati. Pikiran jahilnya kambuh lagi.

“Ini udah aku benerin, sisannya kamu yang ngerjain, liat yang udah bener aja.

Ntar kalo da yang error lagi, bawa kesini aja”

Aga membuyarkan lamunan Bintang. Perkataannya padat dan jelas.To the point.

“Ehm.. OK, aku balik dulu deh. Thanks ya. Maaf dah ngerepotin”

“Nggak masalah”

J J J

Semanjak hari itu, mau nggak mau, hampir tiap hari atau seenggaknya seminggu dua kali, Bintang harus menemui Aga. Untuk membicarakan websitenya.

Perlahan, Bintang mulai mengetahui bagaimana Aga yang sebenarnya. Meski kelihatan cuek dan serius,sebenarnya Aga itu baik banget dan perhatian. (Meskipun nggak ditunjukkan secara langsung). Buktinya, saat Aga menjelaskan, sementara Bintang cuma diam, dia langsung bertanya

“Kamu kenapa sih? Kok diem? Biasanya kan tanya ini-itu?”

Namun, satu hal yang sampai saat ini belum pernah terjadi. Bintang belum pernah melihat senyum Aga. Sebuah senyum yang tulus.

J J J

Dua bulan telah berlalu. Tugas pun diserahkan tepat sesuai deadline. Dan hari ini, Bintang datang mengunjungi Aga. Tentu saja untuk berterima kasih. Kebetulan juga,Aga sedang sendirian di ruang tamu. Memandang laptopnya. Mengerjakan sesuatu. Tanpa bersuara, Bintang menyodorkan sebatang coklat yang sengaja ia bawa untuk Aga.

“Ini buat aku?”

“Yups. Anggap aja itu sebagai ucapan terima kasihku. Karena kamu udah

bantuin aku.”

Bintang lantas mengambil tempat duduk disamping Aga, sementara Aga malah menggeser duduknya.

“Nggak masalah. Selama aku bisa, pasti aku bantuin. Ilmu kan juga harus

dibagi, biar bermanfaat nggak hanya buat kita sendiri, tapi juga buat orang

lain.” Jawab Aga. Dengan wajah tanpa ekspresi dan tanpa memandang kearah Bintang.

Bintang pun merenungkan ucapan Aga barusan. Ternyata, didunia ini masih ada orang yang tulus seperti Aga.

“Hei!! Kenapa? Kok diem?” kata Aga lagi, begitu ia melihat Bintang tak menaggapi ucapannya.

“Nggak.. aku cuma berpikir aja, ternyata di jaman kayak gini masih ada

orang yang tulus kayak kamu”

“Biasa aja lagi”

Dan untuk pertama kalinya semenjak kenal dengan Aga,Bintang melihat Aga tersenyum. Sebuah senyum tulus, beda banget dari senyumnya yang biasanya cuma setengah-setengah.

Bintang terpanah, dia terdiam ditempatnya. Tapi pikirannya melayang tinggi ke atas awan. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba ia rasakan. Entah apa.

“Hello.. kamu hobi banget sih ngelamun?!”

Suara keras Aga membuyarkan lamunan Bintang. Pikirannya dipaksa kembali ke tempat semula.

“Eh..enggak kok. Ya udah aku balik dulu. Thanks ya”

“Sama-sama”

Bintang beranjak dari tempatnya. Sebelum keluar, ia sempat mencuri pandang ke arah Aga. Wajahnya tetap seperti biasa, cuek dan tanpa ekspresi. Ntah kemana senyumnya beberapa saat yang lalu.

J J J

Semenjak hari itu, Bintang dan Aga hampir tak pernah bertemu. Mereka berdua sibuk dengan tugas masing-masing. Aga sibuk dengan skripsinya dan bintang sibuk dengan tugasnya yang semakin menumpuk. Kalau pun kebetulan bertemu, mereka hanya melempar senyum atau sekedar bertegur sapa.

Semenjak bintang tak beremu Aga, ia mulai merasa ada yang aneh pada dirinya. Lebih tepatnya pada otaknya. Hampir tiap hari, mau atau tidak, ia selalu memikirkan Aga. Ntah tentang sifanya, gaya cueknya, atau hal-hal kecil lainnya.

Namun semakin sering ia berpikir, semakin ia menyadari bahwa selama ini ia tak mengenal Aga secara dekat. Bahkan terasa sangat jauh. Bintang juga mulai merasa, jika sosok Aga terlalu sempurna untuknya. Aga yang selalu rapi, Aga yang pendiam, Aga yang serius, Aga yang tulus. Sedangkan sifat Bintang sendiri berkebalikan 180 ยบ. Menurutnya sepeti bumi dengan langit.

J J J

Malam merangkak perlahan. Hawa dingin terasa menusuk kulit. Setelah mensave cerpennya yang belum selesai, Bintang menshut down laptopnya, kemudian beranjak tidur ketika kokok ayam jantan mulai bersahutan.

J J J

Hari ini bintang memutuskan untuk menemui Aga. Untuk menenangkan perasaannya yang mulai tak tenang. Mungkin ini yang dinamakan rindu. Tapi bintang tak tahu pasti.

Dengan berbekal alasan meminjam buku, ia berangkat ke tempat Aga. Ternyata Aga sedang sendiri di teras.

“Hi maaf ganggu. Aku kesini mau ngerepotin kamu lagi.”

“Ada apa lagi?”

“Kamu punya buku tentang database nggak? Aku pinjem donk”

“Ehm..ada sih.. tapi tolong balikin sebulan lagi”

“Sebulan lagi? Kok cepet banget? Kenapa?”

“Aku mau pulang”

“Pulang? Kerumah orang tua kamu? Trus kuliahnya?”

“Udah selesai”

Bintang terdiam mendengar jawaban Aga. Rasanya, dunia ini berputar, jungkir balik nggak karuan. Ada rasa sesak yang tiba-tiba memenuhi rongga dadanya. Bintang lantas mengambil nafas dalam. Mencoba menenangkan diri.

“Hei!! kok diem sih? Nih bukunya”

“Ok, aku bawa dulu. Thanks ya”

J J J

“Kenapa jadi seperti ini ? kenapa aku merasa begitu saying sama dia ? kenapa

aku merasa berat buat melepas dia? Kenapa?”

Bintang bertanya dalam hati. Perlahan iar matanya mengalir.

“Ah..kenapa aku harus nangis buat dia? Selama ini dia juga nggak pernah

menyadari kalo aku sayang sama dia”

Bintang segera menghapus air matanya. Dia serasa mendapat ilham untuk menyelesaikan cerita pendeknya. Dia membuka laptop, menekan tombol power, dan dengan tak sabar menunggu. Setelah masuk ke menu utama, dia segera membuka file cerpennya.

Bintang menarik nafas perlahan. Menenangkan diri. Perlahan , ia mulai mengetik, membiarkan idenya mengalir. Namun ia menahan air matanya agar tak mengalir sederas idenya. Ia ingin menjadi seorang yang tegar dalam menghadapi semua ini.

J J J

Dia kembali menjejakkan kaki di depan pintu sebuah ruangan yang bertuliskan “Ruang Redaksi”. Dia memandang sekliling ruang itu. Tetap seperti dulu. Disana hanya ada 3 anak, dua orang sedang memeriksa lembaran kertas, yang seorang sedang serius di depan computer.

“Hi sob. Nih cerpen ku” sapa bintang sambil memandang teman-temannya.

“Weitz..cepet banget. Padahal masih sebulan lagi majalah sekolah kita terbit” kata Anggi sembari memandang Bintang.

Bintang hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan Anggi, begitu mengingat bagaimana perasaannya ketika membuat ending cerpennya.

J J J

Sebulan telah berlalu. Sore ini, bintang duduk diteras sambil memangku majalah sekolahnya yang baru terbit tadi pagi yang memuat cerpennya. Sesaat kemudian Rezky muncul dihadapannya. Dia mengabarkan kalo Aga akan pulang, kembali ke rumah orang tuannya malam ini. Bintang hanya mengangguk tak bersemangat..

“Kamu kenapa sih? Muka kok kusut banget ? apa cerpenmu nggak dimuat di

majalah sekolah?” tanya Rezky sambil memandang majalah yang berada di pangkuan Bintang. Dia sudah hafal nama majalah sekolah Bintang. Karena setiap majalah itu terbit, Bintang selalu menunjukkannya ke Rezky.

“Enggak”

“Truz?”

“Nggak ada terusnya.” Sesaat rezky tersenyum mendengar jawaban Bintang yang asal bunyi. Tapi kemudian dia diam. Dia sadar, ada yang salah dengan Bintang hari ini.

“Sebenernya, aku kesini nyariin ibu. Nyampein titipannya Aga, sekalian mo

bayar uang kost. Tapi aku mo nemenin kamu dulu deh disini..”

Mereka berdua terdiam. Bintang menerawang jauh. Pandangannya kosong. Pelahan ia berucap. Sebuah pertanyaan namun menjadi pernyataan.

“Kenapa sih, Aga harus pergi sekarang?”

Rezky memandang Bintang. Namun Bintang mengarahkan pandangannya entah kemana. Tanpa menjawab, Rezky balik bertanya.

“Kamu takut kehilangan dia?”

Sebuah pertanyaaan retoris yang tak butuh jawaban. Mereka terdiam lagi. Dalam keheningan itu, muncul sosok Aga.

“Upz..sorry.. aku ganggu kalian..” kata Aga,begitu ia melihat Rezky dan Bintang berduaan.

“Nggak kok..kebetulan tadi bintang sendirian jadi aku temenin. Key deh, aku

kedalam dulu. Nyari ibu”

Rezky meninggalkan Aga dan Bintang. Aga pun duduk di samping Bintang,. Di tempat Rezky sebelumnya. Mereka terdiam beberapa saat. Kemudian, dengan tenang seperti biasa, Aga berkata.

“Hari ini, aku mau pulang. Aku senang bisa kenal sama kamu. Selama ini, ternyata aku ngerasa sayang banget ma kamu….”

Aga menggantung kalimatnya. Bintang menunggu.

“Kamu tuh udah kayak adik aku sendiri.” Aga meneruskan kalimatnya. Dan memang kalimat inlah yang diharapkan oleh Bintang. Agar ia tak lagi berharap lebih kepada Aga.

“Makasih Ga, kamu udah mau kenal sama aku, kamu udah banyak bantu

aku, rasanya dengan ngucapin terima kasih aja itu nggak akan cukup.

Mungkin aku bisa ngelakuin sesuatu buat kamu ? sebelum kamu pulang ..”

“Ehm.. kamu Cuma perlu jaga diri baik-baik n belajar yang rajin, biar kamu

bisa nyelesain tugas kamu sendiri. Sekaligus berbagi ilmu ke orang lain.”

“Pasti Ga. Aku janji” Bintang mengangkat tangannya. Membuat huruf V dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Aga tersenyum Sebuah senyum terakhir untuk Bintang.

“Eh, itu majalah ya? Majalah apa? Kok aku nggak pernah liat?” Aga mengarahkan pandangannya ke arah majalah di pangkuan Bintang.

“Ini majalah sekolah aku”

“Boleh liat nggak?”

“Ehm.. gimana kalo majalah ini buat kamu aja. Tapi tolong baca setelah kamu

di rumah aja.”

“Kenapa nunggu di rumah?”

“Ntar kamu juga tau jawabannya”

Bintang pun menyerahkan majalah sekolahnya. Tak berapa lama, dari dalam rumah muncul Rezky dan orang tua Bintang. Aga pun berpamitan pada orang tua Bintang. Kemudian menjabat erat tangan Rezky.

“Ky, aku balik ya. Tolong jagain Bintang”

“Tenang aja, pasti aku jagain”

Aga pun meninggalkan rumah Bintang. Memasuki mobilnya yang semenjak tadi terparkir di depan rumah. Ia berlalu, meninggalakan berjuta kenangan bagi Bintang.

Sementara itu, orangtua bintang kembali ke dalam. Sedangkan Bintang terpaku di tempatnya berdiri. Air matanya mengalir perlahan.

Rezky yang semenjak tadi berdiri di samping Bintang lantas memeluknya dari samping. Meminjamkan bahunya untuk Bintang. Agar ia menumpahkan semua rasa dan air matanya. Kisahnya dengan Aga, berakhir persis seperti kisah akhir cerpennya yang berjudul “Senyum Terakhir”.

Rabu, 01 Juni 2011

DESAIN CANGKIR AMBIGRAM (CANGKIR CINTA)




bagian kanan cangkir


tampilan desain ambigram
bagian tengah cangkir

AMBIGRAM NAMA KU . . .






 Ambigram adalah suatu huruf yg di rangkai hingga membentuk kata. Dan dari kata - kata yang terbentuk bisa di baca dari dua arah. dari atas dan bawah jika di putar 180 derajat tapi tetap menghasilkan kata yang sama.